Om swastiastu!

Adanya musik gamelan selonding di Bali menandakan atau membuktikan kebudayaan hindu dalam hal ini penyebaran agama Siva dan Budha memasuki Bali sekitar abad ke delapan Masehi. Gamelan Selonding yang nadanya salendro dibawa oleh Dinasti Sailendra dari Sumatra dengan kerajaan besarnya yaitu Sriwijaya dan Medang Kemulan di Jawa. Menurut prasasti Belanjong Sanur yang berangka tahun 882 – 914 Masehi mengatakan Bali diperintah oleh Dhalem Sri Kesari Warmadewa dengan istananya berada di sekitar pura Besakih. Jadi gamelan Selonding sudah ada di Bali sejak abad kedelapan. 
Pura Dhalem Selonding Kapal adl pura pemujaan umum. Pura Dhalem Selonding ada di Bali pada pemerintahan raja Shri Kesari Warmadewa tahun 882-914 masehi sebagai disebutkan pada prasasti Belanjong. Pura Dhalem Selonding adalah tempat memuja Tuhan sebagai dewa penguasa seni atau Siva Nataraja. Pada pemerintahan beliau dipakai tonggak Bali mulai masuk jaman sejarah yaitu mulai tahun 882 masehi. Adapun alat musik yang dibawa ke Nusantara yaitu Gamelan Selonding yang bernada slendro untuk puja puji dalam menyebarkan tradisi hindu dgn konsep Siva dan Budha di Bali. 
Pura atau parhyangan Dhalem Selonding Kapal adl pemersatu atau pengikat umat dr berbagai klan. Disungsung oleh saudara-saudara kita dari berbagai klan. Klan mulai trend di Bali pada saat Gelgel diperintah oleh Dhalem Waturenggong sekitar tahun 1489. Juga pada pemerintahan Dhalem Waturenggong nama tempat suci untuk umat hindu dari "parhyangan" berubah menjadi "pura" sampai sekarang. Di dalam beberapa lontar menyebutkan sekitar permulaan abad kesebelas setelah masehi datang ke Bali lima pendeta Siva dan Budha yg disebut Sang Panca Tirta : Mpu Genijaya menurunkan Pasek sanak sapta Rsi, Mpu Semeru menurunkan Pasek Kayu Selem, Mpu Ghana tidak kawin, Mpu Kuturan menurunkan Ratnamengali di Jatim, Mpu Bradah menurunkan brahmana Siva -Danghyang Nirarta, Budha - Danghyang Astapaka, Shri Kresna Kepakisan, I Dewa dan Arya termasuk ida bagus dan dayu menandakan keturunan dari Dang Hyang Nirartha. Pada pemerintahan Sri Kesari Warmadewa 882 - 914 M yg bergelar Dhalem Selonding rohaniawan kerajaan dari saudara Waisnaya dan Mpu Kuturan. Semeton Waisnawa yg datang ke Bali sebelumnya yg disebut Sampradaya Markendeya mendirikan pura Besakih abad 4 M. Semeton Pande dari Jatim keturunan Mpu Seguna yg leluhurnya dari Mpu Dwijendra yg selanjutnya menurunkan Mpu Brahmanawisesa, Mpu Dwijendra bersaudara dgn Mpu Bajrasatwa yg menurunkan Sang Panca Tirta. Gelar pedande baru ada di Bali th 1911 saat Klungkung jatuh ke tangan Belanda th 1908. Makanya karya di Dhalem Selonding ada yg mengatakan upacara tidak di puput oleh pedande krn gelar pedanda belum ada pada waktu itu. Pura Dhalem Selonding lebih dulu ada dan terakhir diupacarai pada caka 1393 atau 1471 M (Purana Dhalem Selonding). Terakhir diuparai berarti sebelumnya tempat suci ibu sudah ada namun belum ada bukti yang menguatkan cuma acuan umum yaitu nama Selonding ada di Bali sejak pulau Bali diperintah oleh Shri Kesari yang bergelar Dhalem Selonding. Rsi, Mpu, Shri Empu, Begawan, Pedande semua nama itu adl jabatan atau fungsi bagi yg memahami Weda, berkarakter baik dan di dwijati yang kemudian kemudian bergelar pendeta Hindu. Sang Dwijati selanjutnya menjadi rohaniawan umat Hindu bukan dimiliki oleh klan tertentu lagi. Kita semua adl keturunan para Mpu atau nabhi dan kita sekarang kebanyakan dari kita tidak memakai gelar-gelar orang suci itu krn tugas kita yg berbeda dgn beliau.
Prasati yang menguatkan dinasti Sailendra di Indonesia
The earliest account of the Mataram Kingdom is in the Canggal inscription, dated 732, discovered in Canggal village, southwest of the town of Magelang. This inscription, written in Sanskrit using the Pallava script, tells of the erection of a lingga (a symbol of Shiva) on the hill in the Kunjarakunja area, located on a noble island called Yawadwipa (Java) which was blessed with abundance of rice and gold. This inscription tells that Yawadwipa was ruled by King Sanna, whose long reign was marked by wisdom and virtue. After Sanna died, the kingdom fell into disunity. Sanjaya, the son of Sannaha (Sanna's sister) ascended to the throne. He conquered the areas around his kingdom, and his wise reign blessed his land with peace and prosperity for all of his subjects. [Source: metapedia.org]

Komentar